Instagram -->

Kamis, 29 September 2011

Janji Sang Bapa

Bacaan: Mazmur 12:1-9

Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji...- Mazmur 12:7

Salah satu gempa bumi terbesar di dunia terjadi pada tahun 1989 di Armenia. Hanya perlu waktu empat menit untuk meratakan seluruh area dan menewaskan 30.000 orang. Beberapa saat setelah gempa hebat itu, seorang ayah berlari menuju ke sebuah sekolah yang baru saja diratakan oleh gempa. Sambil memandang puing-puing reruntuhan, ia teringat akan janjinya kepada anaknya, “Apapun yang terjadi, papa selalu ada untuk kamu.” Sementara orang tua lain sudah putus asa, menangis dan berpikir bahwa anaknya pasti sudah mati, pria ini justru mulai menyingkirkan puing-puing itu dan mencari anaknya yang tertimbun. Meski semua orang membujuknya untuk berhenti melakukan pencarian yang sia-sia, pria ini tetap saja melakukannya. Setelah 36 jam ia menggali tanpa henti, ia mendengar suara anaknya! Sang anak ditemukan dalam keadaan hidup, karena anak tersebut selalu ingat janji ayahnya bahwa ia akan selalu ada untuknya.

Saat membaca kisah tersebut, saya langsung teringat dengan Tuhan. Teringat akan setiap janji-janji-Nya yang selalu saya baca setiap pagi. Teringat janji-janji-
Nya ketika keadaan menjadi sedemikian sulit. Sekaligus mengingat bahwa tak sekalipun Ia mengingkari apa yang telah Ia janjikan. Janji yang bisa dipercaya.
Perkataan yang tak pernah Ia ingkari. Saya selalu ingat bahwa Ia selalu ada untuk saya. Sampai hari ini saya buktikan bahwa penyertaan-Nya sungguh sempurna.

Dalam hal ini, masalah yang muncul bukanlah seberapa bisa Allah menggenapi janji-janjiNya, namun seberapa besar keyakinan kita akan janji-janji Allah.
Sekalipun kita tahu bahwa janji Allah bisa dipercaya, kita lebih suka memilih untuk meragukan-Nya. Kita membiarkan diri kita diombang-ambingkan oleh
kebimbangan, bukannya menancapkan janji Allah itu sebagai sauh yang kuat. Sungguh berharap bahwa renungan pada hari ini akan memupus keraguan kita akan janji-janji-Nya. Jika seorang ayah dalam bencana di Armenia itu bisa berbuat sedemikian dramatis hanya untuk memenuhi janjinya kepada anaknya, apalagi Bapa kita di surga.

Hanya satu perkara yang tidak bisa dilakukan oleh Allah kita yang serba bisa : melupakan dan mengingkari janji-Nya kepada kita.

Cara Tuhan

malam ini, saya terbangun karena teringat akan beberapa hal yang harus saya kerjakan segera...
diselingi main internet,,saya tidak sengaja melihat seorang teman membuat posting tentang salah acara televisi yang cukup terkenal dan saya termasuk seorang penggemar acara tersebut.

Kick Andy's..ini nama acaranya,,sudah lama saya tidak mengunjungi website salah satu acara insipratif di Indonesia ini..
setelah beberapa saat saya melihat dan membaca saya menemukan salah satu cerita inspiratif dari semua yang saya baca malam ini...Ceritanya berbicara tentang cara Tuhan melakukan caraNya untuk menolong umat yang di kasihiNya...
begini cerita selengkapnya :

Andy`s Corner 
Minggu, 07 Juni 2009 11:01:00 WIB
Cara Tuhan
kick andy 

Malam itu saya gelisah. Tidak bisa tidur. Pikiran saya bekerja ekstra keras. Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sampai jam tiga dini hari otak saya tetap tidak mampu memecahkan masalah yang saya hadapi.
Tadi sore saya mendapat kabar dari rumah sakit tempat kakak saya berobat. Menurut dokter, jalan terbaik untuk menghambat penyebaran kanker payudara yang menyerang kakak saya adalah dengan memotong kedua payudaranya. Untuk itu, selain dibutuhkan persetujuan saya, juga dibutuhkan sejumlah biaya untuk proses operasi tersebut.
Soal persetujuan, relatif mudah. Sejak awal saya sudah menyiapkan mental saya menghadapi kondisi terburuk itu. Sejak awal dokter sudah menjelaskan tentang risiko kehilangan payudara tersebut. Risiko tersebut sudah saya pahami. Kakak saya juga sudah mempersiapkan diri menghadapi kondisi terburuk itu.
Namun yang membuat saya tidak bisa tidur semalaman adalah soal biaya. Jumlahnya sangat besar untuk ukuran saya waktu itu. Gaji saya sebagai redaktur suratkabar tidak akan mampu menutupi biaya sebesar itu. Sebab jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan pendapatan saya. Sementara saya harus menghidupi keluarga dengan tiga anak.
Sudah beberapa tahun ini kakak saya hidup tanpa suami. Dia harus berjuang membesarkan kelima anaknya seorang diri. Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya berusaha membantu agar kakak dapat bertahan menghadapi kehidupan yang berat. Selain sejumlah uang, saya juga mendukungnya secara moril. Dalam kehidupan sehari-hari, saya berperan sebagai pengganti ayah dari anak-anak kakak saya.
Dalam situasi seperti itu kakak saya divonis menderita kanker stadium empat. Saya baru menyadari selama ini kakak saya mencoba menyembunyikan penyakit tersebut. Mungkin juga dia berusaha melawan ketakutannya dengan mengabaikan gejala-gejala kanker yang sudah dirasakannya selama ini. Kalau memikirkan hal tersebut, saya sering menyesalinya. Seandainya kakak saya lebih jujur dan berani mengungkapkan kecurigaannya pada tanda-tanda awal kanker payudara, keadaannya mungkin menjadi lain.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Pada saat saya akhirnya memaksa dia memeriksakan diri ke dokter, kanker ganas di payudaranya sudah pada kondisi tidak tertolong lagi. Saya menyesali tindakan kakak saya yang “menyembunyikan” penyakitnya itu dari saya, tetapi belakangan -- setelah kakak saya tiada -- saya bisa memaklumi keputusannya. Saya bisa memahami mengapa kakak saya menghindar dari pemeriksaan dokter. Selain dia sendiri tidak siap menghadapi kenyataan, kakak saya juga tidak ingin menyusahkan saya yang selama ini sudah banyak membantunya.
Namun ketika keadaan yang terbutruk terjadi, saya toh harus siap menghadapinya. Salah satu yang harus saya pikirkan adalah mencari uang dalam jumlah yang disebutkan dokter untuk biaya operasi. Otak saya benar-benar buntu. Sampai jam tiga pagi saya tidak juga menemukan jalan keluar. Dari mana mendapatkan uang sebanyak itu?
Kadang, dalam keputus-asaan, terngiang-ngiang ucapan kakak saya pada saat dokter menganjurkan operasi. “Sudahlah, tidak usah dioperasi. Toh tidak ada jaminan saya akan terus hidup,” ujarnya. Tetapi, di balik ucapan itu, saya tahu kakak saya lebih merisaukan beban biaya yang harus saya pikul. Dia tahu saya tidak akan mampu menanggung biaya sebesar itu.
Pagi dini hari itu, ketika saya tak kunjung mampu menemukan jalan keluar, saya lalu berlutut dan berdoa. Di tengah kesunyian pagi, saya mendengar begitu jelas doa yang saya panjatkan. “Tuhan, sebagai manusia, akal pikiranku sudah tidak mampu memecahkan masalah ini. Karena itu, pada pagi hari ini, aku berserah dan memohon Kepada-Mu. Kiranya Tuhan, Engkau membuka jalan agar saya bisa menemukan jalan keluar dari persoalan ini.” Setelah itu saya terlelap dalam kelelahan fisik dan mental.
Pagi hari, dari sejak bangun, mandi, sarapan, sampai perjalanan menuju kantor otak saya kembali bekerja. Mencari pemecahan soal biaya operasi. Dari mana saya mendapatkan uang? Adakah Tuhan mendengarkan doa saya? Pikiran dan hati saya bercabang. Di satu sisi saya sudah berserah dan yakin Tuhan akan membuka jalan, namun di lain sisi rupanya iman saya tidak cukup kuat sehingga masih saja gundah.
Di tengah situasi seperti itu, handphone saya berdering. Di ujung telepon terdengar suara sahabat saya yang bekerja di sebuah perusahaan public relations. Dengan suara memohon dia meminta kesediaan saya menjadi pembicara dalam sebuah workshop di sebuah bank pemerintah. Dia mengatakan terpaksa menelepon saya karena “keadaan darurat”. Pembicara yang seharusnya tampil besok, mendadak berhalangan. Dia memohon saya dapat menggantikannya.
Karena hari Sabtu saya libur, saya menyanggupi permintaan sahabat saya itu. Singkat kata, semua berjalan lancar. Acara worskshop itu sukses. Sahabat saya tak henti-henti mengucapkan terima kasih. Apalagi, katanya, para peserta puas. Bahkan pihak bank meminta agar saya bisa menjadi pembicara lagi untuk acara-acara mereka yang lain.
Sebelum meninggalkan tempat workshop, teman saya memberi saya amplop berisi honor sebagai pembicara. Sungguh tak terpikirkan sebelumnya soal honor ini. Saya betul-betul hanya berniat menyelamatkan sahabat saya itu. Tapi sahabat saya memohon agar saya mau menerimanya.
Di tengah perjalanan pulang hati saya masih tetap risau. Rasanya tidak enak menerima honor dari sahabat sendiri untuk pertolongan yang menurut saya sudah seharusnya saya lakukan sebagai sahabat. Tapi akhirnya saya berdamai dengan hati saya dan mencoba memahami jalan pikiran sahabat saya itu.
Malam hari baru saya berani membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya saya melihat angka rupiah yang tercantum di selembar cek di dalam amplop itu. Jumlahnya sama persis dengan biaya operasi kakak saya! Tidak kurang dan tidak lebih satu sen pun. Sama persis!
Mata saya berkaca-kaca. Tuhan, Engkau memang luar biasa. Engkau Maha Besar. Dengan cara-Mu Engkau menyelesaikan persoalanku. Bahkan dengan cara yang tidak terduga sekalipun. Cara yang sungguh ajaib.
Esoknya cek tersebut saya serahkan langsung ke rumah sakit. Setelah operasi, saya ceritakan kejadian tersebut kepada kakak saya. Dia hanya bisa menangis dan memuji kebesaran Tuhan.
Tidak cukup sampai di situ. Tuhan rupanya masih ingin menunjukkan kembali kebesaran-Nya. Tanpa sepengetahuan saya, Surya Paloh, pemilik harian Media Indonesia tempat saya bekerja, suatu malam datang menengok kakak saya di rumah sakit. Padahal selama ini saya tidak pernah bercerita soal kakak saya.
Saya baru tahu kehadiran Surya Paloh dari cerita kakak saya esok harinya. Dalam kunjungannya ke rumah sakit malam itu, Surya Paloh juga memutuskan semua biaya perawatan kakak saya, berapa pun dan sampai kapan pun, akan dia tanggung. Tuhan Maha Besar. 


Gimana cerita Anda tentang kasihNya dalam kehidupan Anda??

Rabu, 28 September 2011

SMS Romantis

wah..wah..akhirnya saya punya akses menulis lagi...
ehmm..sekarang saya mau cerita tntang kekasih saya...hehehe,,

Tepatnya tanggal 10 September 2011 pukul 08.00....
ponsel saya berdering tanda ada sms masuk, biasanya yang selalu menghiasi hape saya ya sms kekasih saya itu..
entah ada angin apa,,yang saya baca sms romantis yang baru pertama kali dia kirimkan ke saya selama hampir 2 tahun berpacaran,,,hahahaha,,,lucu juga..aku sambil tertawa kecil membacanya,,seneng gitu...

bunyinya kayak gini "Cinta adalah anugerah. Sejauh apapun jarak yang memisahkannya, kamu bisa lebih dekat dengannya saat hatimu bisa mencintainya.."

mungkin menurut kalian biasa,,tapi buat saya ini sungguh luar biasa,,,

i love you cintaa

Kamis, 15 September 2011

Kepak Sayap Sang merpati Tua

hari semakin larut, cahaya sang mentari sudah tak lagi terang
merpati harus sudah kembali ke sarangnya lagi...
entah apa yang sekarang dipikirkannya sekarang?

mendadak kepakannya melambat dan dia sudah malas untuk terbang lagi,,,
sang merpati bertengger di dahan sebuah pohon tua, sambil memandang langit.
sesaat kemudian dia berseru..."Tuhan, jika Engkau berkenan, kiranya aq mati,, sehingga aku bisa tenang di pangkuanMu....


kawan,kita masih muda...tak seharusnya kita mempunyai sikap menyerah seperti cerita di atas,,,dia sudah malas untuk mengetahui apa maksud hidupnya..yang dia inginkan hanya sebuah kenyamanan tanpa adanya usaha untuk mendapatkannya..

Sang Merpati tersebut sebenarnya masih muda, tapi semangatnya yang tua...

tunjukan kita beda
tunjukan kita mampu
dan tunjukan siapa kita sebenarnya